Talk Show "Read Aloud : Yuk Jodohkan Anak dengan Literasi Sejak Dini!"

kupuku.id 19 Juli 2021
img

“Orang tua harus menjadi guru utama dan guru pertama anak dalam belajar membaca. Kita harus menjadi teladan bagi anak dan lebih dekat dengan mereka. Baru peran yang kedua adalah guru. Nah, orang tua dan guru mempunyai kesempatan besar membuat anak gemar membaca. Melihat minat baca masyarakat Indonesia yang sangat rendah, seharusnya orang tua dan guru bisa memutus mata rantai tersebut.”- Roosie Setiawan, Pegiat Read Aloud dan Penulis Buku “Membacakan Nyaring”.

Halo Sobat Kupuku! Ayo angkat tangan siapa yang sempat mengikuti Talk Show “Read Aloud : Yuk Jodohkan Anak dengan Literasi Sejak Dini” yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 Juli 2021 kemarin? Seru sekali, bukan?

Kupuku Indonesia mengucapkan terima kasih banyak atas antusiasme para peserta. Setidaknya sebanyak 325+ peserta dari kalangan orang tua, guru dan pejuang literasi telah belajar apa itu “Read Aloud” dan bagaimana mempraktekkannya dengan cara yang tepat.

Roosie Setiawan selaku narasumber menerangkan banyak hal mengenai seluk beluk “Read Aloud” termasuk soal perbedaannya dengan “dongeng”. Menurutnya, masih banyak orang yang belum bisa membedakan antara “Read Aloud” dengan “Dongeng”, termasuk dirinya sendiri pada saat awal mula tertarik berperan dalam dunia literasi pada tahun 2005. 

Setelah berkenalan dengan “Read Aloud”, Roosie pun mengatakan; “Inilah yang saya mau!”.

“Kegiatan membacakan buku ini (Read Aloud) sangat sederhana. Bahkan kita tahu Indonesia 90% sudah melek aksara. Tapi yang harus kita rubah adalah paradigma orang tua tentang kegiatan sederhana yang manfaatnya tidak sederhana. Read Aloud harus dilakukan oleh orang tua di seluruh Indonesia” Ujarnya bersemangat.

Dipaparkan Roosie Setiawan, meskipun banyak yang masih menganggapnya sama, namun terdapat perbedaan yang mencolok antara “Read Aloud” dengan “Dongeng”. Dalam dongeng, pencerita umumnya diharuskan menghapal seluruh jalan cerita dengan bumbu-bumbu ekspresi dan bahasa tubuh yang lebih atraktif, tentu hal ini memerlukan upaya ekstra keras dan keahlian khusus. Sedangkan dalam “Read Aloud” pencerita dapat membacakan buku bahkan melihatnya bersama anak. Tentu saja tetap disertai dengan intonasi baca yang enak didengar serta ekspresi yang tepat. Namun “Read Aloud” jauh lebih sederhana.

Perbedaan lainnya adalah “Dongeng” berupaya mendorong anak untuk mencintai cerita, sedangkan “Read Aloud” menekankan anak untuk mencintai buku. Selain itu, “Read Aloud” berpotensi mendorong kedekatan antara anak dan orang tua ataupun guru dengan peserta didiknya. 

“Kenapa Read Aloud efektif? Karena pada dasarnya anak menyukai hal-hal yang menyenangkan. Kenapa belajar membaca itu harus melalui kegiatan yang menyenangkan? Supaya si anak mau melakukan kegiatan sukarela untuk belajar. Apalagi kalau mendengar suara orang tua, nggak ada anak yang nggak suka suara orang tua kalau sedang bercerita. Inilah yang mendorong anak mau membaca, bisa membaca dan gemar membaca.” Papar, Roosie.

“Yang terpenting bukan soal menyelesaikan buku tetapi proses tanya jawab dan mengembangkan imajinasi anak.” Tambahnya.

Keseruan bertambah saat Roosie Setiawan mencontohkan “Read Aloud” kepada para peserta dengan membacakan buku berjudul “Rambut Panjang Alika”. Bahkan ada peserta yang langsung memanggil anaknya untuk ikut mendengarkan. 

“Wah seru sekali. Sampai terhanyut mendengarnya.” Ucap salah satu peserta.

“Ketika membacakan buku jangan menjadikan ini sebagai kegiatan yang formal. Biarkan anak menikmati kegiatan membaca yang menyenangkan. Seneng dulu. Mungkin salah satu alasan kenapa anak tidak suka membaca adalah karena cara belajar kita tidak menyenangkan.” Paparnya selepas membacakan buku.

Pertanyaan menarik pun disampaikan oleh Nurul Fitria dari Yogyakarta; “Bagaimana jika anak hanya tertarik dengan satu tema buku saja?”

“Memang ada periode tertentu anak bisa suka hal-hal tertentu misalnya segala sesuatu tentang pesawat. Nanti berganti lagi. Jadi memang yang diperkenalkan kepada anak itu sesuatu yang dia suka dulu. Itu adalah salah satu Teknik yang bisa dilakukan dulu untuk Read Aloud. Jadi pilihlah topik-topik yang disukai oleh anak. Tenang, nanti seiring pertambahan usia ada perubahan ketertarikan kok. Tapi usahakan memang topik itu beragam sesuai dengan perkembangan psikologis anak.” Jawabnya.

Roosie Setiawan menekankan bahwa siapapun bisa melakukan “Read Aloud” entah menggunakan bahan bacaan buku maupun e-book. Esensi utamanya adalah mendorong anak mencintai buku dan membangun kedekatan anak dengan orang tua.

Talk Show kali ini pun menandai dibukanya pedaftaran Training of Trainer (ToT) “Read Aloud” yang diselenggarakan secara gratis oleh Kupuku Indonesia. Diisi oleh trainer berpengalaman selama 15 tahun di bidangnya, yaitu Roosie Setiawan, sebanyak 30 peserta terpilih berkesempatan untuk mengikuti ToT ini. Peserta pun diutamakan untuk Orang Tua, Guru serta Pejuang Literasi yang telah mengikuti sesi Talk Show.

Bagaimana menurutmu, Sobat? Tertarik mempraktekkan “Read Aloud” dalam aktivitas sehari-hari?

Bagikan ke teman kamu

KUPUKU INDONESIA