Serial Workshop Pendidikan Sesi II “Paradigma Baru Penilaian Hasil Belajar (AN-AKM) : Kiat Mudah Implementasi Pembelajaran Berbasis AKM”

Halo Sobat Kupuku! Kali ini Kupuku ingin membagikan keseruan Serial Workshop Pendidikan Sesi II “Paradigma Baru Penilaian Hasil Belajar (AN-AKM) : Kiat Mudah Implementasi Pembelajaran Berbasis AKM”. Masih diisi oleh narasumber yang luar biasa yaitu Dr. Dwi Ilham Rahardjo, M.Pd. (Pakar Pendidikan dan Widyaprada LPMP Jawa Timur), setidaknya 570+ peserta telah mempelajari cara mudah menyusun soal berbasis Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).
Dalam sesi ini, workshop berfokus membahas soal-soal level satu, dua dan tiga serta mekanisme pembuatan soal yang baik dan benar berdasarkan paradigma baru Asesmen Nasional (AN). Secara garis besar berikut tahapan dalam penyusunan soal AKM :
1. Menelaah/menganalisis KD
2. Menyusun kisi-kisi
- Memandu guru dalam memilih KD, memilih materi pokok yang terkait dengan KD yang akan diuji, merumuskan indikator soal dan menentukan level kognitif.
- Memahami dan menguasai jenis level kognitif (pemahaman, aplikasi, penalaran)
3. Menentukan stimulus yang menarik dan kontekstual
- Menarik dan mendorong siswa untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik umumnya baru, belum pernah dibaca oleh siswa.
- Kontekstual, sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
4. Menulis butir soal
- Kaidah penulisan butir soal : materi, konstruksi dan bahasa
- Proses kognitif : level 1, level 2 dan level 3
5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
- Pedoman penskoran untuk bentuk non-objektif soal uraian
- Kunci jawaban untuk bentuk objektif. PG, PG Kompleks (benar/salah. ya/tidak) dan isian singkat.
“Dalam membuat stimulus soal tentu ada ketentuannya. Salah satunya adalah gradasi sesuai kelasnya. Gradasi merupakan tahapan, semakin tinggi semakin banyak. Misal pada soal kelas XI saya peroleh sampai 700 kata. Sebenarnya tidak ada patokan,” ujar Ilham melengkapi penjelasan.
Sesuai dengan pemaparan di atas, salah satu ciri khas soal AKM adalah adanya stimulus (dasar penjelasan) yang dapat melatih siswa untuk berpikir dan bernalar. Dalam penyusunan soal literasi dan numerasi, soal dapat dikemas dalam bentuk bacaan, contoh kasus, gambar, tabel, grafik, dan lain-lain. Sifat soal literasi mengacu pada informasi dan fiksi sedangkan soal numerasi mengacu pada bilangan, geometri & pengukuran, data & ketidakpastian dan aljabar.
“Pada pola soal-soal terdahulu peserta didik seolah disuruh menghafal. Cara mengajarnya sudah pasti siswa diberikan informasi dengan metode ceramah sehingga kemampuan bernalar anak-anak kita tidak optimal. Google pun bisa menjawab pola soal seperti itu,” tegas Ilham.
Adapun terkait pola soal AKM yang menekankan stimulus, muncul pertanyaan dari para peserta sesuai dengan fakta saat ini di lapangan, bahwa peserta didik masih banyak yang kesulitan dalam memahami soal yang diberikan.
“Bagaimana cara anak bisa memahami soal yang dibuat? Kadang siswa masih bingung mau mengisi karena tidak paham konteks pertanyaannya,” tanya Agustinus Naif dari SMPK Widyatama, Batu, Malang.
“Anak harus diberikan bacaan. Gerakan literasi sekolah harus diaktifkan lagi. Bukan hanya sekedar poster atau banner yang sifatnya formalitas. Peserta didik harus dilatih berinteraksi. Ini hanya soal kebiasaan. Lama-lama mereka akan terbiasa membaca dan memahami soal yang mengandung stimulus,” jawab Ilham.
Ilham pun menambahkan bahwa soal harus dibuat se-kontekstual mungkin dan sesuai dengan lingkungan sekitar peserta didik. Misalnya ada soal yang membahas soal fasilitas lift, maka berikanlah soal seperti ini ke peserta didik yang tinggal di perkotaan, bukan pedesaan.
Peserta workshop pun didorong untuk terus mencari tahu dan mempelajari berbagai jenis contoh soal AKM untuk memperdalam pemahaman. Salah satunya adalah dengan mengunjungi situs https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/ayoakm/. Selain itu peserta juga dilatih untuk membuat soal berbasis AKM melalui pengisian lembar kerja (LK) yang diberikan di setiap pertemuan. Di sela sesi, ada waktu untuk peserta untuk mempresentasikan hasil kerjanya.
Keikutsertaan peserta dalam serial workshop ini pun diyakini akan sangat bermanfaat bagi peserta khususnya dari kalangan pendidik. Ilham menjelaskan bahwa momen ini seolah menjadi ajang “curi” start.
“Nanti akan ramai diklat-diklat setelah pelaksanaan AKM. Jadi sebetulnya kita mencuri start. Start sesungguhnya adalah setelah sekolah memperoleh profil mutu sekolah dari hasil AN-AKM. Jadi ada pemetaan literasi numerasi, karakter dan lingkungan belajarnya. Nah kita curi start di literasi numerasi. AN-AKM jadi awal tonggak paradigma baru tentang penilaian yang tidak menuntut hafalan tapi menguji penalaran. Kita tidak usah berpikir kita ketinggalan. Cara mengajar guru nanti akan berubah dengan cara berliterasi dan bernalar.” Tutup Ilham.