Serial Workshop Paradigma Baru dalam Penilaian Hasil Belajar (AN-AKM) Sesi I : “Yuk Pahami Seluk Beluk Penilaian Hasil Belajar Berbasis AKM!”

kupuku.id 23 Agustus 2021
img

Halo Sobat Kupuku! Tahun ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menghadirkan kebijakan dan sistem baru bernama Asesmen Nasional (AN). Dalam rangka mendukung program tersebut, Kupuku Indonesia mengadakan Serial Workshop Pendidikan bertajuk ‘Paradigma Baru dalam Penilaian Hasil Belajar (AN-AKM) : Yuk Pahami Seluk Beluk Penilaian Hasil Belajar Berbasis AKM’ yang merupakan sesi I dari tiga rangkaian serial workshop.

Diisi oleh Narasumber yang kompeten di bidangnya yaitu Dr. Dwi Ilham Rahardjo, M.Pd (Pakar Pendidikan & Widyaiswara LPMP Jawa Timur), sekitar 700+ peserta didorong untuk memahami secara mendalam apa itu Asesmen Nasional dan mindset yang harus ditanamkan dalam melaksanakan kebijakan ini.

Adapun menurut Permendikbud Riset dan Teknologi RI No.17 Tahun 2021, Asesmen Nasional (AN) merupakan salah satu bentuk sistem evaluasi sistem pendidikan oleh Kementerian pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Asesmen Nasional yang selanjutnya disingkat AN adalah evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk pemetaan mutu sistem pendidikan pada tingkat satuan dasar dan menengah dengan menggunakan instrumen asesmen kompetensi minimum, survei karakter dan survei lingkungan belajar.

“Mindsetnya pemetaan atau ‘check up’. Bukan menilai sekolah atau me-rangking siswa. Nanti pada bulan oktober itu sekolah di-check up kemampuan karakter,  numerasi & literasi serta lingkungan belajarnya. Ibarat check up kesehatan badan, setelah check up kita merenung, apa saja yang harus dievaluasi dan rencana perbaikan apa yang harus disusun.” Ujar Ilham.

Apa yang dipaparkan oleh Dwi Ilham Rahardjo sejalan dengan apa yang ditegaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengenai tujuan Asesmen Nasional;

“Sangat penting dipahami terutama oleh guru, kepala sekolah, murid dan orang tua bahwa Asemen Nasional untuk tahun 2021 tidak memerlukan persiapan-persiapan khusus maupun tambahan yang justru akan menjadi beban psikologis tersendiri. Tidak usah cemas, tidak perlu bimbel khusus demi Asemen Nasional.” Tegas Nadiem.

Salah satu indikator adanya AN adalah skor PISA (Programme for International Student Assessment)  Indonesia yang konsisten ‘jeblok’ di peringkat 10 terbawah. Salah satu hasil skor PISA terbaru adalah pada tahun 2018 di mana Indonesia mendapat peringkat 72 dari 77 negara. Sekitar 70% siswa berada di bawah kompetensi minimum.

“Akar masalahnya adalah tidak nyambungnya penilaian yang dilakukan secara umum di sekolah Indonesia dengan soal PISA. Soal PISA itu menuntut kemampuan penalaran. Sedangkan soal-soal di sekolah Indonesia masih sampai pada tingkat hapalan. Jadi tidak nyambung. Siswa kita ini kaget. Tidak terbiasa dengan soal penalaran.” Papar Ilham.

Selain itu, terdapat masalah utama yang menyebabkan kurang maksimalnya hasil belajar : 

1.    Guru bertindak sebagai pemberi ilmu, bukan fasilitator, dan kurang atau tidak fokus pada pengembangan karakter dan penanaman rasa senang belajar.

2.    Pertanyaan guru cenderung dangkal karena -90% jawaban siswa hanya satu kata dan jarang melibatkan berpikir arus tinggi (high order thinking) dan kurang penjelasan/alasan jawaban.

Dalam sesi workshop, Ilham pun memaparkan contoh soal UN dan AN serta perbedaan-perbedaannya. Jika soal UN berorientasi pada hapalan, soal AN mengutamakan penalaran dan konstruksi berpikir siswa, serta berisi soal dengan esensi pesan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Berbeda dengan UN yang melibatkan siswa kelas VI, IX dan XII, peserta AN terdiri dari siswa jenjang Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah kelas V dan VIII. Metodenya pun menggunakan sampling, artinya hanya 30 siswa per-sekolah yang mengikuti AN.

Terkait hal tersebut, Ikhwan Khairudin  dari SD Al Azhar Solo Baru Sukoharjo, salah satu peserta workshop, penasaran mengenai alasan di baliknya.

“Apakah yang mengerjakan AN memang hanya 30 murid dengan 5 murid cadangan? Sementara di kelas kita ada 80 murid. Kalau diambil sample saja apakah akan menggambarkan hasil belajar secara utuh? Lalu apakah hasilnya nanti dipublikasikan secara nasional atau hanya jadi konsumsi sekolah saja? Tanya, Ikhwan.

“Sistem sample dilaksanakan terkait dengan infrastruktur dan banyak hal. Mudah-mudahan di tahun berikutnya kemampuan infrastruktur meningkat. Nah di sisi lain pelaksanaan menggunakan sistem sampling diyakini representatif. Seperti halnya lembaga survei pemilu. Nanti hasilnya tidak di-publish. Yang tahu hanya sekolah, dinas dan pemerintah pusat yang hasilnya nanti dijadikan sebagai dasar menentukan kebijakan. Tentu juga akan digabung dengan data lainnya seperti profil dan rapor sekolah.” Jawab Ilham.

Sesi tanya jawab pun sekaligus menutup Workshop Sesi I yang dilaksanakan selama 3 jam lamanya. Banyak peserta antusias dengan pembahasan sesi selanjutnya yang akan lebih spesifik membahas implementasi pembelajaran berbasis AN-AKM.

Sampai jumpa di ulasan workshop sesi II ya, Sobat! Bagi kamu yang ingin menonton ulang atau belum sempat mengikuti workshop sesi I, kamu bisa melihat siaran ulangnya di Youtube Channel ‘Kupuku Indonesia’.

Salam semangat belajar!

Bagikan ke teman kamu

KUPUKU INDONESIA