[Esai Juara III Lomba Hardiknas 2021] : FORSA sebagai Upaya Optimalisasi Sinergi Peran Serta Sekolah dan Orang Tua dalam Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Menggunakan Media Sosial

kupuku.id 20 Juni 2021
img

Ditulis oleh : Santi Dianita

Kolaborasi antara pihak sekolah dan orang tua menjadi sangat startegis dalam sistem pembelajaran baru di masa pandemi. Peran sekolah sebagai ujung tombak pendidikan anak, harus dapat berbagi dan bersinergi dengan orang tua dengan porsi seimbang dan saling menguatkan. Sinergi positif ini terutama ketika pelaksanaan pembelajaran secara jarak jauh, yang biasa disebut sebagai pembelajaran daring (dalam jaringan). Perlu adanya forum komunikasi aktif antara sekolah dan orang tua untuk usaha sinkronisasi program pembelajaran dan pendampingan anak di rumah saat menggunakan media sosial sebagai media utama dalam pembelajaran daring. FORSA (Forum Rembuk Sekolah dan Orang Tua) yang dilaksanakan di TK Dharmawanita 2 dapat menjadi salah satu contoh usaha optimalisasi kolaborasi tersebut.


FORSA bisa menggunakan grup whatsapp, telegram, atau media sosial yang lain yang memungkinkan komunikasi dua arah. Dalam forum ini, sekolah menyampaikan visi misi, program dan rencana pembelajaran di masa pandemi. Sekolah juga dapat sharing SOP (Standar Operasional Prosedur) tentang pendampingan anak, sehingga tidak terjadi over peran orang tua.Guru dapat mengirimkan materi, tips pendampingan, ataupun materi parenting yang dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran daring. Siapapun dapat memberikan kritik dan saran dengan prinsip salinng menghormati, menyampaikan kesulitan yang dihadapi ketika mendampingi anak, berbagi ide baik, saling meminta dan menawarkan bantuan. Dari forum ini sekolah juga memetakan kebutuhan belajar dari anak-anak, kendala belajar yang dihadapi, serta evaluasi program, termasuk program pendidikan karakter.


Pendidikan karakter merupakan pondasi yang harus ditanamkan sejak dini di TK, baik saat pembelajaran tatap muka maupun saat pembelajaran daring di masa pandemi. Program pendidikan karakter dirancang untuk mengembangkan tiga ranah sekaligus, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah tersebut harus dikembangkan secara komprehensif, optimal dan seimbang. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME, sehat, berilmu, berakhlak mulia, mandiri, cakap, kreatif, demokratis serta memiliki tanggung jawab (Undang-undang No. 20 tahun 2003).


Media sosial menjadi media utama dalam penanaman karakter positif pada anak usia dini saat pembelajaran daring. Pemberian konten-konten tentang pendidikan karakter seharusnya dirancang dengan menarik, kreatif , tidak monoton, serta sesuai dengan minat dan kebutuhan belajar anak. Pemberian e-book tentang cerita-cerita karakter positif, video tentang kisah teladan, lagu-lagu tentang kebaikan dan game bertema karakter baik, menjadi alternatif media pendidikan karakter yang menarik bagi anak. Sekolah harus memastikan pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi, yang melayani semua kebutuhan belajar anak. Sebaiknya terdapat cukup banyak pilihan media bagi anak, yang dapat mengakomodir semua gaya belajar mereka seperti visual, auditory maupun kinestetik. Dengan demikian, anak usia dini diharapkan dapat belajar tentang karakter positif secara menyenangkan.

Akan tetapi, penyajian konten dan materi yang baik, terstruktur dan terencana saja belum cukup. Anak usia dini perlu pendampingan orang tua dalam mengakses media sosial tersebut. Karena itu, peran serta orang tua sangatlah penting. Pendampingan ini tidak berarti bahwa orang tua dapat memegang kendali dalam pembelajaran daring. Pendampingan lebih pada pembatasan akses media sosial yang tidak sesuai usia anak, memberikan saran, motivasi, menemani, memberikan apresiasi, serta terkait peran dokumentasi untuk proses penilaian otentik. Peran orang tua yang terlalu berlebihan dapat mengakibatkan anak tidak leluasa memilih berdasarkan minat, atau belajar membuat keputusan yang bertanggungjawab. Disinilah pentingnya komunikasi antara sekolah dan orang tua, agar persepsi terkait pendampingan penggunaan media sosial ini membawa dampak yang baik bagi pendidikan anak usia dini.

Pandemi memang telah memaksa dunia pendidikan untuk berubah dan beradaptasi. Media sosial menjadi bagian takterpisahkan dalam sistem pembelajaran era pandemi. Komunikasi secara virtual menjadi suatu kebutuhan untuk memangkas masalah jarak. Sistem pembelajaran di sekolah harus turut menyesuaikan dengan kebutuhan belajar anak. Sumber belajar menjadi lebih majemuk dan terus berkembang. Guru harus terpacu untuk kembali belajar, meningkatkan kompetensi mengajar di era digital. Orang tua yang dahulu lebih menyerahkan pendidikan anak kepada pihak sekolah, kini harus siap mengambil bagian dengan bersinergi dan berkolaborasi dengan mendampingi.


FORSA menjadi salah satu pilihan, agar perubahan dan adaptasi di era pandemi ini lebih ke arah positif. Semua unsur dapat saling melengkapi dan bersinergi. Sekolah dengan visi, misi dan tujuannya menjadi lebih terbuka dan menerima masukan untuk peningkatan pelayanan. Demikian juga orang tua, menjadi lebih terpacu untuk berkonstribusi. Persoalan yang terjadi selama proses pendidikan dapat dipecahkan bersama dengan semangat kekeluargaan. Komunitas sekolah menjadi lebih kuat dan berdaya, dengan memaksimalkan potensi-potensi sumber daya yang dimilikinya.


Tujuan FORSA sangat jelas, yaitu mengoptimalkan sinergi kolaborasi antara sekolah dan orangtua saat pembelajaran daring, sebagai upaya peningkatan pelayanan pendidikan yang berdampak pada anak. Anak menjadi lebih aman dan nyaman mengakses media sosial dengan pendampingan orang tua yang tepat dan seimbang. Anak tetap dapat menjadi dirinya sendiri yang memiliki kebebasan bertanggungjawab dalam belajar dan mengasah potensi dirinya. Karena menurut Ki Hajar Dewantara, pada dasarnya pendidikan adalah usaha menuntun segala kodrat pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan sebagai manusia dan anggota masyarakat.

Bagikan ke teman kamu

KUPUKU INDONESIA