[Esai Juara II Lomba Hardiknas 2021] : "Guru dan Orang Tua yang Kekinian Sebagai Teman Pergaulan Anak dalam Bermedia Sosial yang Bertanggung Jawab"

Ditulis oleh : Yoseph Bambang Yulistiyanto Triyono
Youtube, Facebook, Instagram, Twitter dan TikTok. Kelima media sosial tadi sepertinya sudah menjadi trend dan keharusan diantara generasi milenial. Stigma “ga punya sosmed ga gaul”, gemerlap ketenaran serta penghasilan influencer dan content creator dari media sosial, serta semakin mudahnya mengakses kelima aplikasi tersebut melalui gawai membuat media sosial menjadi tak terpisahkan dari kehidupan generasi muda.
Tentunya ada dampak positif dan hal negatif dari penggunaan media sosial tersebut. Dampak positif yang akan didapat antara lain, bertambahnya kreativitas, meningkatnya pengetahuan anak dan kemudahan transfer informasi akan dengan mudah didapat oleh anak dengan menggunakan media sosial. Di sisi lain, pengaruh buruk dari influencer yang kurang bertanggung jawab, bahasa dan tindakan yang kurang bertanggung jawab serta konten pornografi juga dapat dengan mudah diterima anak. Disinilah peran sekolah dan orang tua menjadi penting untuk bisa meredam dampak negatif dan meningkatkan dampak positif bagi tumbuh dan kembang anak.
Sekolah dan orang tua harus saling bekerja sama agar anak dapat menggunakan sosial media secara bertanggung jawab. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah melakukan sinergi antara sekolah dan orang tua dengan memperhatikan tahapan usia anak, yaitu anak dan remaja, yang akan dijabarkan dalam beberapa paragraf berikut.
Sebelum masuk ke dalam sinergi apa yang akan dilakukan, penting untuk mengetahui bahwa secara umum anak dapat kita kategorikan kedalam dua jenis tahapan menurut WHO, yaitu: tahap usia anak (usia 7-10 tahun), tahap usia remaja (11- 19 tahun) . Pada kedua tahapan tersebut, diperlukan pendekatan yang berbeda terkait penggunaan media sosial.
Pada tahap usia 7-10 tahun, anak masih rentan terpengaruh hal yang mereka lihat dan dengar, untuk itu sekolah dan orang tua sebaiknya memang belum memberikan gawai kepada anak. Namun, dengan adanya pandemi yang melanda seluruh dunia, gawai menjadi hal yang sangat diperlukan untuk mensukseskan pendidikan. Maka, guru dan orang tua sebaiknya mempersiapkan anak untuk memiliki gawai android yang akunnya menggunakan akun Family Link.
Akun family link dapat diperoleh pada saat pengoperasian gawai untuk pertama kalinya. Saat kita menghidupkan gawai untuk pertama kalinya, kita tentu akan diminta untuk membuat akun google. Ketika memasukkan akun baru, isikanlah data sesuai data diri anak anda, maka otomatis akan masuk ke pengaturan family link.
Apa keuntungan dari memakai akun ini? Orang tua dapat mengetahui penggunaan gawai anak, bisa mengatur aplikasi apa saja yang boleh diinstal anak (karena setiap kali anak akan menginstall pasti perlu otorisasi dan ijin dari akun orang tua) dan bahkan bisa membatasi screen time anak (lama waktu anak menggunakan gawai).
Sekolah, dalam hal ini guru, juga perlu menyesuaikan dengan kondisi anak. Ketika memberikan tugas, sebaiknya menghindarkan mencari bahan dari aplikasi Youtube, tapi gunakan Youtube Kids. Sebagai tambahan, meskipun dalam mode penggunaan akun anak, Google Classroom dan aplikasi pendidikan lainnya tetap bisa digunakan. Media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan TikTok nampaknya masih belum diperlukan untuk anak usia ini. Dengan demikian, anak akan lebih bisa dikontrol penggunaan media sosialnya karena masih terbatas.
Beralih ke usia anak 11-19 tahun yang masuk dalam tahap remaja, kebutuhan untuk eksis dan mengikuti perkembangan jaman sudah sulit untuk dibendung. Anak usia ini, khususnya di usia kelas 5 dan 6 SD serta SMP sudah diperbolehkan berkenalan dengan akun google umum. Pada tahap ini pula, guru sudah bisa menggunakan beberapa aplikasi seperti Youtube, Facebook, Instagram, Twitter dan TikTok dalam pembelajaran untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan menggunakan teknologi.
Untuk memudahkan dalam mengawasi anak dan agar bisa ikut terlibat dalam pergaulan anak di dalam media sosial, sangat diperlukan guru dan orang tua kekinian yang “melek” terhadap media-media sosial tadi. Dalam upaya meminimalisir pengaruh buruk dari media sosial, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan sekolah dan orang tua. Yang pertama adalah penjadwalan penggunaan gawai. Dalam masa Pembelajaran Jarak Jauh, jelas penggunaan gawai untuk pembelajaran tidak bisa diabaikan. Penjadwalan yang jelas, yang diketahui oleh sekolah, siswa dan orang tua, akan sangat membantu mengurangi screen time anak. Sebagai contoh di SMP Kanisius Muntilan, diatur dalam satu hari ada 2 mapel yang dipelajari anak dengan pembagian 2 jam untuk pembelajaran terbimbing dengan guru melalui Google Meet dan Google Classroom, serta 2 jam pembelajaran mandiri untuk mengerjakan tugas dari guru. Sesudahnya, orang tua dan anak bisa mengatur bersama penggunaan screen time diluar pembelajaran. Di SMP Kanisius Muntilan pula, orang tua disarankan untuk tau password gawai anak dan diminta secara berkala mengecek isi dari gawai anaknya.
Salah satu “kesalahan” yang dapat menjadi jurang pemisah hubungan orang tua dan guru dengan anak yaitu tidak mau mempelajari hal-hal baru karena merasa tidak sesuai dengan jamannya. Padahal dengan mau tahu dan mampu memnggunakan aplikasi-aplikasi kekinian tadi, orang tua, guru dan siswa dapat saling terhubung. Tentunya dengan catatan di dalam penggunaan media-media sosial tadi, orang tua, guru dan siswa harus sama-sama memiliki akun dan saling berteman agar bisa sekaligus mengawasi anak dalam penggunaan media sosial yang bijak. Selain itu, sesekali sebaiknya orang tua dan guru juga turut serta bersama anak untuk membuat konten bagi media sosial. Belakangan fenomena ini banyak muncul di TikTok, dimana anak bersama orang tua atau guru membuat konten bersama.
Bagi sebagian orang tua dan guru yang senior, tidak mudah memahami media sosial yang saat ini ada. Untuk menjembatani hal ini, sekolah dan orang tua, dalam hal ini komite sekolah, dapat membuat seminar ataupun workshop mengenai media sosial bagi guru dan orang tua. Seminar atau workshop tersebut semisal mengenal Facebook dan Instagram, Bijak menikmati Youtube, atau berbagi ceria melalui TikTok.
Komunikasi verbal maupun melalui Whatsapp antara guru dan orang tua juga menjadi sangat penting untuk mengawal tumbuh kembang anak di jaman teknologi seperti sekarang ini. Dengan adanya komunikasi yang intens, guru dan orang tua dapat saling memberikan informasi terkait tumbuh kembang anak.
Dalam masa Pembelajaran Jarak Jauh seperti saat ini pula, Home Visit menjadi sebuah hal yang mutlak perlu dilakukan, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, demi terciptanya komunikasi dan chemistry yang baik antara guru – siswa dan orang tua. Namun yang menjadi kunci dari itu semua adalah kemauan sekolah dan orang tua untuk total dalam mendampingi anak-anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa.
Referensi:
SehatQ.com. (2020, 8 Mei). Resiko Penyakit Berdasarkan Klasifikasi Umur WHO. Diakses pada 1 Mei 2021, dari https://www.sehatq.com/artikel/risiko-penyakit-
berdasarkan-klasifikasi-umur-menurut-who
Kompas.com. (2018, 21 September). Google Family Link Mudahkan Orang Tua Awasi
Anak di Dunia Maya. Diakses pada 1 Mei 2021, dari https://tekno.kompas.com/read/2018/09/21/11040067/google-family-link-mudahkan-
orangtua-awasi-anak-di-dunia-maya