Disiplin Positif : Pilih Anak Patuh atau Anak Sadar?

"Disiplin mana yang mau kita pilih. Anak patuh atau anak sadar?" - Ifa Hanifah Misbach.
Sebagai orang tua kita seolah melihat kedua pilihan tersebut sama-sama baik dan menguntungkan. Tapi menguntungkan siapa? Apakah orang tua saja atau sekaligus anak? Renungkan kembali yuk Sobat Kupuku.
Disiplin positif memang seharusnya tidak disalahpahami dan dilakukan dengan cara-cara yang keliru bahkan masuk ke dalam cara yang toxic. Hal ini dibahas secara detail dalam sesi webinar yang dilaksanakan oleh kolaborasi Kupuku Indonesia, Jabar Masagi dan Sehat jiwa yaitu ‘Disiplin Positif Mengatasi Toxic Parenting-Part II” pada hari Minggu, 02 Agustus 2020. Webinar ini merupakan sesi lanjutan dari sesi pertama pada minggu sebelumnya.
Kegiatan diawali dengan flashback gambaran umum materi minggu lalu khususnya mengenai trapesium usia kemudian dilanjut dengan materi narasumber dan diselingi latihan lembar kerja yang bersifat reflektif untuk para peserta.
"Disiplin secara teknis adalah soal seni membuat kesepakatan." Ujar Ibu Ifa.
Kesepakatan adalah alat kompromi antara orang tua dan anak yang harus dijalankan bersama. Ini menjadikan posisi orang tua tidak melulu superior dan anak merasa diberikan ruang untuk menyatakan keinginannya. Namun kesepakatan memang menyediakan ruang bagi anak untuk tawar menawar dan kerap membuat orang tua kelabakan.
"Cara mengurus anak yang punya sifat menawar adalah memberikan dia ruang untuk membuat keputusan dan menyadari konsekuensinya." Tambah Ibu Ifa.
Dipaparkan Ibu Ifa, bahwa setidaknya prinsip konsekuensi harus memenuhi kriteria 3R+1H yaitu Related (sesuai), Respectful (menjaga harga diri), Reasonable (masuk akal) dan Helpful (membantu dengan tulus). Jika tidak memenuhi kriteria tersebut, hati-hati konsekuensi mengarah ke konteks hukuman yang sama sekali tidak solutif.
Tentu sikap disiplin dari anak harus dibarengi dengan apresiasi agar berjalan berkelanjutan. “Anak bermasalah karena defisit apresiasi dari orang tuanya. Bila ada alasan untuk memberikan apresiasi kepada anak, sebaiknya tidak menunda untuk alasan apapun. Jika lewat, tidak efektif.” Ujar Ibu Ifa.
Webinar pun semakin interaktif dalam sesi tanya jawab dengan para peserta. Banyak sekali kegelisahan peserta yang dibahas bersama. Pada umumnya peserta memiliki tantangan perilaku anak yang tidak menurut, perilaku reaktif orang tua yang mengancam, anak tidak mengetahui batas waktu bermain dan masih banyak lagi. Ibu Ifa mendiskusikan tantangan tersebut dengan melibatkan para peserta dan memberikan contoh yang begitu relevan.
“PR besarnya adalah orang tua harus belajar sabar dan melatih emosinya dulu sebelum melatih emosi si anak ya teh?”Ujar Ibu Imroatun Nafiah lewat kolom chat
“Fungsi orang tua sebagai pelatih emosi, melatih mental, growth dan mandiri mengatur dirinya. Alangkah jauh lebih mudah jika orang tua sudah ‘selesai’ dengan dirinya sendiri.”Jawab Ibu Ifa
Kupuku mengucapkan terima kasih kepada 130+ peserta yang sudah berlatih disiplin positif mengatasi toxic parenting lebih jauh lagi di sesi webinar. Semoga apa yang telah kita pelajari bisa diimplementasikan secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari. Bagi yang ketinggalan dan ingin menonton ulang sesi webinar kemarin bisa kunjungi Facebook Fanpage ‘Kupuku Indonesia’ dan Youtube Kupuku Indonesia. Salam sehat mental!