Seminar Hibrida "Etika Komunikasi dalam Masyarakat Digital"
kupuku.id 20 Desember 2022 Dibaca 161 kali
Komunikasi digital melalui media sosial seperti Instagram, Tiktok, Facebook, Whatsapp, dll menjadi ruang yang dewasa ini menyajikan dua sisi mata uang yang baik buruknya, dikendalikan oleh pengguna, bukan profesional.
Menjamurnya jurnalisme warga menjadi jaring laba-laba yang banyak menampilkan demokratisasi digital sekaligus penyebaran hoaks yang dapat menyuburkan polarisasi di tengah masyarakat. Salah satu yang berbahaya adalah gerak masyarakat yang cenderung anti pluralitas sehingga dapat memecah belah kesatuan.
Masyarakat dikondisikan untuk mengabaikan verifikasi kebenaran dan mengintensifkan prasangka negatif. Hal ini juga sangat bisa dikaitkan dengan fenomena echo chamber dimana gagasan yang disampaikan berulang, meski bohong dan keliru, akan dianggap benar. Jika dibiarkan, kebohongan akan terus mengakselerasi kebohongan untuk masuk dan membentuk masyarakat yang kebingungan dalam membedakan fakta, opini, berita dan analisis.
Urgensi inilah yang mendorong AIPI Indonesia bersama Kupuku Indonesia mengadakan Seminar Hibrida Keadaban Publik “Etika Komunikasi dalam Masyarakat Digital” pada Jumat, 16 Desember 2022, untuk menyediakan ruang diskusi sekaligus edukasi tentang pentingnya etika dalam berkomunikasi di ruang digital.
Keadaban publik sendiri diartikan sebagai tindakan dan perilaku yang menunjukkan rasa hormat terhadap orang lain, yang konsekuensinya kadang sampai harus mengorbankan kepentingan diri. Keadaban publik mengandalkan sikap kritis dalam interaksi sosial. Karenanya, keadaban publik berarti kritis terhadap informasi dengan menganalisis sumber, sebab dan kepentingan-kepentingannya agar terbangun institusi yang lebih adil.
“Godaan besar untuk viral banyak membuat pengguna mengunggah konten yang lebih mengintensifkan perasaan negatif dengan memanipulasi emosi masyarakat. Apalagi audiens hanya mau menerima informasi yang sesuai dengan ideologinya. Oleh karena itu upaya mengembangkan keadaban publik begitu mendesak untuk mencegah politik identitas yang memecah belah masyarakat.” Ujar Prof. Dr. Satryo S. Brodjonegoro selaku Ketua AIPI dalam sesi sambutan.
Hal ini pun diamini oleh Dr. J. Haryatmoko SJ selaku moderator. Menurutnya, demokratisasi media hadir bersama dengan segala resiko yang berpotensi menodai tujuan mulia dari adanya demokrasi.
“Kita beruntung dengan teknologi digital ini terjadi demokratisasi media. Tapi sisi lainnya adalah mudahnya media sosial digunakan untuk kebohongan, mengintensifkan prasangka negatif, mengadu domba, dan juga masalah perundungan serta ujaran kebencian.”
Sementara dijelaskan oleh Prof. Eko Indrajit selaku narasumber, terdapat tiga domain dalam isu komunikasi masyarakat digital. Yang pertama terkait dengan etika (benar/salah), etiket (sopan/tidak) dan hukum (legal/illegal). Prinsip utamanya adalah etika berkomunikasi di dunia digital sama persis dengan yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Hasrat untuk viral atau memviralkan orang lain masuk ke dalam bentuk egoisme bermasyarakat digital. Kerap ditemui berita-berita yang sifatnya sangat privasi lalu dimunculkan ke publik dengan maksud personal. Misalnya saja, tindakan menyebar video penggerebekan istri kepada suaminya yang berselingkuh.
“Kita memasuki zaman dimana urusan yang dulu diselesaikan di balik tirai keluarga diumbar di depan umum, tanpa topeng kebudayaan lagi. Banyak artis / seleb membicarakan urusan pribadinya mulai dari cara mendidik anak hingga perceraian.” Kata Dr. Robertus Robert sebagai salah satu narasumber.
Narasumber lainnya, Prof. Dr. Musdah Mulia menjelaskan bahwa terdapat tiga penyebab krisis keadaban publik yaitu intensifikasi keagamaan namun minim etika, peningkatan islamisitas namun abai terhadap penguatan literasi agama, dan menguatnya konservatisme agama yang mengedepankan interpretasi tekstualis yang eksklusif, intoleran dan anti keagamaan. Padahal, salah satu esensi beragama tujuannya untuk memanusiakan manusia.
“Ini soal bagaimana kita beragama tapi tetap manusiawi, karena bagi saya agama itu sebenarnya untuk kemanusiaan.”
Ir. Joseph Dharmabrata selaku narasumber dari sektor pendidikan menjelaskan pandangannya sebagai orang yang telah terjun di dunia pendidikan selama 10 tahun pasca pensiun berbisnis. Menurutnya, keadaban publik sangat erat kaitannya dengan latar belakang pendidikan serta bagaimana sistem pendidikan berlaku pada setiap zaman karena akan mempengaruhi pola pikir dalam bertindak.
“Dalam keadaban publik, pendidikan memegang peranan penting. Dulu saya melihat bahwa sistem pendidikan tidak banyak mengembangkan keterampilan hidup dan tidak punya komitmen dalam membangun suatu masyarakat yang beradab, tujuannya hanya mengejar ijazah dan tanda tamat belajar. Ini adalah kesalahan berjamaah. Orang akan punya kompetensi yang baik jika ia punya pola pikir pembelajar sepanjang hayat.” Paparnya.
Melalui seminar ini, diharapkan masyarakat dapat lebih mengembangkan belarasa, semakin peduli terhadap reputasi dan kebaikan pihak lain, serta keadaban publik dapat semakin bertumbuh sehingga mampu mencegah politik identitas.
Bagi Bapak / Ibu yang ingin menonton rekaman webinarnya, silakan klik tautan berikut ini : YOUTUBE AIPI INDONESIA
Bagikan ke teman kamu
KUPUKU INDONESIA
D/A Sekolah Hati Suci
Jalan Hati Suci No.2
Kampung Bali, Tanah Abang,
Jakarta Pusat, 10250.