IGCN, Kupuku Indonesia dan UNESCO Usung Program Kolaborasi Lintas Agama Demi Mewujudkan “The Future Education” yang Ideal

Sebagai jaringan lokal dari aksi global United Nation Global Compact (UNGC) untuk percapaian Sustainable Development Goals (SDGs), Indonesia Global Compact Network (IGCN) mengusung program kolaborasi antar lembaga pendidikan lintas agama untuk mendorong transformasi pendidikan yang memiliki sumber daya manusia yang lebih unggul, toleran, sekaligus adaptif terhadap perkembangan zaman.
Kupuku Indonesia akan berperan sebagai fasilitator program dan menjadi pusat pengelolaan sumber daya kolaborasi antara lembaga pendidikan berbasis agama Islam yaitu LP Ma’arif Banyuwangi dengan Yayasan Karmel yang berbasis agama Katolik.
Atas inisiasi ini, telah diadakan penandatanganan kerangka kerja sama antara UNESCO dan IGCN, serta penandatanganan program kerja bersama antara Kupuku Indonesia, Yayasan Karmel dan LP Ma'arif NU Banyuwangi. Kedua sesi penandatanganan dilakukan di Kantor Perwakilan PBB di Indonesia.
“Dalam kerja sama ini, Kupuku Indonesia berupaya untuk memberikan cahaya di dalam lorong yang gelap dan berupaya untuk mengisi celah yang muncul dalam setiap gejolak,” Ujar Satrio Anindito, CEO Kupuku Indonesia.
Konsep program ini mengadopsi pemikiran pendidikan ideal masa depan dari tulisan yang dipublikasikan oleh UNESCO dengan judul “Reimagining Our Futures Together: A New Social Contract for Education”. Direktur Biro Ilmu Pengetahuan Regional Unesco untuk Asia dan Pasifik dan Perwakilan UNESCO untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Timor Leste Mohamed Djelid hadir untuk memberikan validasi dan dukungan terhadap inisiasi ini. Menurutnya, program ini sangat penting sebagai inisiasi membangun karakter SDM yang toleran dan cinta damai.
“Di dunia yang mengalami perubahan yang cepat, dan di mana pergolakan budaya, politik, ekonomi, dan sosial menantang cara-cara hidup tradisional, pendidikan memiliki peran utama dalam mempromosikan kohesi sosial dan hidup berdampingan secara damai. UNESCO memiliki keyakinan bahwa melalui program-program yang mendorong dialog antara siswa dari berbagai budaya, kepercayaan, dan agama, pendidikan dapat memberikan kontribusi yang penting dan berarti bagi masyarakat yang berkelanjutan dan toleran,” ungkap Djelid.
Adapun dalam acara ini turut hadir Kepala Perwakilan PBB (UN RC) untuk Republik Indonesia, Valerie Julliand, dan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia, Dr Itje Chodidjahm serta Presiden IGCN, Y.W. Junardy.
"Kita ada acara di sini dan pertama kali ini kita bikin antara Malang dan Banyuwangi, supaya orang-orang berpikir bahwa ini adalah suatu kolaborasi antar agama yang tujuannya untuk meningkatkan kebersamaan, pengetahuan bersama, toleransi. Ilmu adalah ilmu. Cuma memang kemudian masing-masing tetap saja mengembangkan pendidikan karakter dan keagamaannya, tapi saling kenal satu sama lain," Ujar Y.W. Junardy, menekankan tentang esensi kolaborasi program.
Dalam implementasinya, program kolaborasi lintas agama akan berfokus pada peningkatan kapasitas guru, siswa serta pengelolaan organisasi sekolah. LP Ma’arif dan Yayasan Karmel pun akan difasilitasi dalam berbagi praktik baik dari program unggulan masing-masing untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan satu sama lain.
Acara ini pun turut dihadiri oleh Ketua LP Ma’arif yaitu Zaki Al Mubarok dan Ketua Yayasan Karmel Keuskupan Malang RP. Ignatius Joko Purnomo. Keduanya mengaku bahwa kerjasama ini merupakan inisiasi penting untuk mencapai kesejahteraan bersama dalam sektor pendidikan dan mewakili spirit toleransi melalui aksi nyata.
“Kerjasama dengan Kupuku Indonesia dan Yayasan Karmel ini penting untuk tetap memastikan semangat moderasi beragama di LP Ma'arif NU Banyuwangi seperti spirit Ukhuwah Basyariah sebagai salah satu platform pendidikan Nahdlatul Ulama," ujar Zaki.
"Bagi Yayasan Karmel, kerjasama ini merupakan peristiwa yang sangat penting, yang membuat kami dapat secara lebih baik ambil bagian dalam ikut serta mencerdaskan anak bangsa terutama mereka yang miskin dan berkekurangan secara materi dan intelektual,” ujar Romo Joko.
Kendati mendapat banyak dukungan atas inisiasi ini, Y.W. Junardy juga menyoroti potensi tantangan yang kemungkinan terjadi di daerah-daerah tempat program ini akan dimulai.
"Di daerah-daerah itu, bisa saja (ada omongan) 'ngapain kami sekolah di sekolah Katolik' begitupun sebaliknya. Itu kan masalah agama," ungkap Junardy.
Meski akan berjalan dengan potensi perubahan baik sekaligus tantangan, diharapkan program kolaborasi ini nantinya akan menjadi lighthouse dan berjalan secara berkelanjutan, sehingga sekolah-sekolah lintas agama lain di seluruh Indonesia dapat mengadopsi program ini dengan cakupan yang lebih luas.